Senin, 18 Maret 2013

AGAMA DAN PERADABAN

RELEVANSI MEMPERINGATI MAULID NABI MUHAMMAD TERHADAP PERADABAN MANUSIA
Zulfirmanâ

1.     Pendahuluan.

Bagi ummat Islam kelahiran nabi Muhammad diperingati setiap tahunnya yang dikenal dengan peringatan maulid nabi. Pada intinya peringatan maulid adalah upaya kita mengenal sosok dan sepak terjang nabi  Muhammad sejak kelahirannya hingga menjalankan kerasulannya sampai akhir hayatnya.Tidak jarang dijumpai dalam memperingati maulid nabi lebih difokuskan pada aspek sejarah semata-mata, yaitu
menggambarkan secara kronologis kehidupan nabi Muhammad sejak kelahiran hingga wafatnya. Padahal bila kita mau berfikir kritis dan lebih dalam lagi, terdapat sisi-sisi yang terpendam yang perlu diangkat kepermukaan tentang posisi nabi Muhammad sebagai pemimpin agama sekaligus sebagai pemimpin politik atau kehidupan sosial.

Tak dapat dipungkiri, bahwa kehadiran sosok nabi Muhammad adalah sebagai pembaharu, penyempurnaan  tatanan kehidupan manusia  melalui risalah Allah SWT yakni Al Qur’an sebagai bentuk reaksi dari keadaan dan kondisi masyarakat Arab pada waktu itu yang lebih mengutamakan hawa nafsu yaitu ketamakan dan kerakusan kekuasan berdasarkan ketumpulan akalnya yang tercabut dari sumber utamanya yakni Allah.

Kondisi masyarakat arab pada waktu itu berada pada jurang yang amat dalam dan amat jauh dengan realitas tertinggi (Allah). Semua nilai-nilai moral, kecenderungan spiritual, kebajikan-kebajikan, adalah hasil dinamika sosial atau tradisi dan evolusi, yang karenanya tidak nyata atau absolut tetapi hanya relatif dan hanyalah produk imajinasi manusia saat itu. Manusia pada waktu itu, berada pada kehidupan yang tidak memiliki tujuan dan arah yang jelas tentang kehidupan itu sendiri; Hal ini ditandai kehidupan masyarakat Arab pada waktu itu sebagai penganut politeisme dan tuhan dalam bentuk berhala-berhala.

Pengingkaran terhadap ke-esa-an Allah oleh masyarakat arab waktu itu adalah bentuk kekafiran. Kekafiran adalah bentuk kelemahan akal pikiran manusia, karena manusia tidak mampu mencermati diri, alam dan lingkungannya disebabkan kebuntuan memahami dan menjawab tentang siapa dirinya, mengapa alam tercipta, dan bagaimana lingkungan berjalan sesuai dengan aturan yang tetap.

Pada situasi yang demikian itulah nabi Muhammad lahir, dan pada sekitar tahun 610 M, ketika nabi Muhammad berusia empat puluh tahun, beliau menerima wahyu dengan misi menganjurkan ummat manusia untuk menyembah mengesakan dan menyembah Allah semata-mata tanpa ada yang lain selain diri-Nya. Risalah yang dibawakannya itulah yang dinamakan Al Qur'an yang mengandung ajaran Islam. 

2.  Islam sebagai pembentuk peradaban manusia

Wahyu, Al Qur’an, adalah pedoman bagi nabi Muhammad dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pimpinan agama mau pun kelompok sosial. Dengan wahyu itu, nabi Muhammad membongkar dan merombak tatanan kehidupan manusia melalui pendekatan pendayagunaan akal secara lebih terarah dan bertanggung jawab. Al Qur’an berulang kali menyuruh manusia untuk berfikir.  Kata kerja ‘aqala lebih kurang 50 kali disebutkan dalam Al Qur’an, yang mempunyai arti merangkai gagasan-gagasan, berpikir, memahami argumentasi intelektual. Itulah sebabnya agama Islam adalah agama yang rasional dan masuk akal.

Akal yang dipergunakan secara konsisten, teratah dan terukur adalah peneguh keyakinan. Allah dengan amat santunya memperingatkan manusia dengan perkataan a fa-la ta’qilun, “tidakkah kamu berfikir?”. Dari ayat Al Qur’an tersebut, nabi Muhammad mengajak umatnya untuk memeluk Islam dengan menimbulkan lebih dahulu kesadaran manusia secara tulus ikhlas sebagai buah hasil berfikirnya. Upaya dan usaha nabi Muhammad membuka tabir kegelapan manusia dengan cara membuka cakrawala berfikir di mana akal sebagai alatnya, agar manusia sadar tentang keberadaannya sebagai manusia di muka bumi ini dan sadar pula bahwa dunia ini adalah pintu menuju hidup yang kekal. Dari argumentasi ini, maka dapatlah dikatakan apa yang dikemukan oleh Rene Decartes, tokoh rasional modern, yaitu “cogito ergo sum”, ”aku berfikir, maka aku ada” yang diagungkan oleh orang-orang Barat bukanlah pendapat orisinil dari Rene Decartes tapi suatu penjiplakan yang amat nyata dari apa yang diterangkan dalam Al Qur’an tentang ayat-ayat agar manusia berfikir.

Al Qur’an merupakan mukziazat nabi Muhammad. Mukzizat dari nabi Muhammad ini tidaklah sama dengan mukzizat yang diberikan Allah kepada nabi lainnya seperti nabi Musa yang dapat membelah laut dengan tongkatnya, atau tongkat kayu menjadi ular; Juga mukzizat nabi Isa yang mampu menghidupkan orang yang mati, membuat mainan burung dari tanah liat kemudian ditiupnya hingga menjadi burung yang hidup, menyembuhkan orang buta sejak kelahirannya hingga dapat melihat (mukzizat ini untuk membuktikan adanya ruh, karena  masyarakat Jahudi tidak percaya adanya  ruh pada masa  itu). Umat manusia yang diajak menyembah Allah pada waktu itu selalu meminta pembuktian keberadaan Allah dengan pembuktian dari peristiwa yang dinilai luar biasa yang tidak dapat dilakukan oleh manusia. Berdasarkan mukzizat itulah akhirnya umat manusia mengikuti iman yang dianjurkan oleh nabi-nabi tersebut.

Berbeda dengan Nabi Muhammad,  mukzizatnya melalui Al Qur’an yang memfokuskan kepada akal manusia. Pengikut Nabi Muhammad memeluk agama Islam adalah melalui penggunaan akal manusia sebagai harta yang tak ternilai dari manusia itu sendiri yang menimbulkan kesadaran dari hasil berfikir manusia itu sendiri. Itulah, sebabnya tidak ada paksaan memeluk agama Islam; memeluk agama Islam didasarkan pada kesadaran  yang tulus ikhlas akibat hasil kerja akal yang dinyatakan dalam dua kalimah syahadat. Upaya nabi Muhammad dalam meng-esa-kan Allah adalah upaya yang paling penting dan utama dalam menyiarkan agama Islam. Upaya peng-esa-an Allah, tentang tauhid, bukan didasarkan pada tradisi yang telah dianut masyarakat arab pada waktu itu, tetapi upaya penggunaan akal pikiran yang kritis dan mendalam sehingga ungkapan tauhid yang dilakukan oleh bangsa arab yang telah memeluk Islam didasarkan dengan penuh kesadaran diri sendiri yang tulus; hal ini membawa konsekuensi imannya tidak tergoyahkan walaupun banyak siksaan, cercaan, hujatan, serta cobaan yang cukup berat bagi nabi Muhammad maupun bangsa arab yang telah memeluk agama Islam pada waktu itu.

Jadi, nabi Muhammad hadir di tengah-tengah masyarakat yang tidak mempunyai kepastian dasri tujuan hidup yang jelas dan terarah. Ia menyampaikan Al Qur’an sebagai firman Allah berupa seruan berisi kandungan yang tidak mengkotak-kotakkan realitas ke dalam pengertian sakral dan profan (sekuler). Al Qur’an ditujukan kepada manusia dan mengklasifikasi manusia sebagai makhluk sosial, makhluk religius, dan makhluk biologis. Al Qur’an di dalamnya mengandung beragam sisi pengalaman manusia di dalam seluruh wacananya, yaitu bangkit dan runtuhnya bangsa dan individu, keteraturan alam, terciptanya masyarakat dan hukum, psikologi manusia; Baik untuk membimbing pembacanya dalam menghadapi kehidupan di dunia ini maupun untuk menyadarkan dirinya akan eksistensi dan ke-esa-an Allah sebagai realitas yang tertinggi, bahwa Allah adalah Pemelihara, Pengatur dan Raja dari kesemuanya yang ada. Hal inilah yang merupakan pembeda utama Al Qur’an, risalah yang dibawa nabi Muhammad, bila dibandingkan dengan kitab-kitab suci agama-agama besar lainnya.

Dari diskursus di atas, jelas terlihat bahwa bagi manusia, akal adalah alat untuk mengetahui dan memahami. Hasil kerja akal yang dilakukan dengan metode, tersistimatis, dan melakukan verivikasi atas kebenaran adalah sebagai ilmu pengetahuan. Jadi jelaslah, bahwa ajaran agama Islam adalah ajaran amat rasional yang melalui kemampuan akal  dibimbing wahyu telah membawa dan membentuk peradaban baru umat manusia; dan itulah sebabnya Al Qur’an merupakan kitab yang berlaku sepanjang dan untuk segala zaman serta mampu menghadapi tantangan zaman. Dan pada sisi lain Al Qur’an sebagai penuntun berfikir manusia untuk mengenal, memahami dan meng-esa-kan Allah selaras itu juga dan kita manusia mampu memahami dan melaksanakan kewajiban untuk beribadah kepada-Nya dengan benar dan lurus. Pada sisi lain, fungsi Al Qur'an yang memerintahkan kepada manusia untuk berfikir dengan bersumber  pada Al Qur'an, sebagaimana dikatakan pada surat Al Alaq ayat (1) : "Bacalah atas nama Tuhanmu", agar tidak terdapat bias dalam mengenal dan memahami ke-esa-an Allah, sebab bila akal tanpa bimbingan yang jelas, terarah dan terukur, maka akan muncul pemahaman atas Tuhan yang beraneka ragam. Artinya Allah itu Esa, yang membuatnya menjadi beragam adalah disebabkan karena berbeda cara manusia memahaminya. Itulah sebabnya kalimat dua kalimah  syahadat menjadi penting dan menjadi jati diri umat Islam.

3.     Penutup.

Terkait dengan uraian di atas, dapatlah dipahami, nabi Muhammad adalah pelopor perbaikan dan penyempurna keyakinan umat manusia dan pembawa ilmu pengatahuan sebagai konsekuensi menggunakan akal untuk berfikir. Oleh karena, akal demikian melekat pada keberadaan manusia sebagai manusia dan akal tidak pernah lepas dari manusia hidup, maka tidak dapat dipungkiri akal dengan bimbingan wahyu Allah merupakan ilmu pengetahuan manusia yang berguna dan sebagai sarana pembentukan peradaban umat manusia dari masa ke masa demi keselamatan manusia di dunia dan akhirat.

Mudah-mudahan dengan memperingati maulid nabi Muhammad kita dapat meng-ambil hikmah dari misi nabi Muhammad menyuruh meng-esa-kan Allah melalui akal manusia dan memahami diri sendiri dan dunia alam semesta ini. 

Medan, 22  Februari 2013




â Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara, Fakultas Hukum Universitas Pembinaan Masyarakat Indonesia, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Swadaya, dan Advokat.  






Tidak ada komentar:

Posting Komentar