Senin, 04 Januari 2016

SUMPAH PEMUDA SEBUAH RENUNGAN SEJARAH




Pendahuluan

        “Kami putra putri Indonesia bersumpah, bertanah air satu: Tanah Air Indonesia; berbangsa satu:  Bangsa Indonesia; berbahasa satu:  Bahasa Indonesia.” Itulah ikar sumpah pemuda pada Kongres Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928 di  jalan Kramat Raya Nomor 106 Jakarta  pukul jam 23.00. Sumpah pemuda ini merupakan bentuk serangan langsung terhadap sendi-sendi masyarakat kolonial yang beradasarkan garis dan status sosial yang pincang di nusantara waktu itu. Akibat penjajahan, hak-hak manusia Indonesia dipasung dan  termarjinalkan tidak saja secara sosial tetapi juga secara hukum di nusantara waktu itu.

Dalam putusan kongres pemuda tanggal 28 Oktober 1928  dinyatakan alasan-alasan untuk bersatu pemuda-pemuda  antara lain karena kemauan untuk bersatu telah mengatasi alasan-alasan lain, seperti : sejarah, bahasa, dan hukum adat. Sejak saat itu, tumbuh kembanglah rasa nasionalisme di belahan nusantara Indonesia seiring menguatnya jati diri bangsa Indonesia sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonial-imperialis; yang telah meluluhlantakkan martabat manusia dan martabat bangsa Indonesia di seluruh nusantara waktu itu.


KEBEBASAN HAKIM



KEBEBASAN HAKIM




 “Mudah-mudahan beliau (adil), saya yakin, beliau ini  kan perwujudan Tuhan berbentuk manusia. Oleh karena itu, saya mohon keadilan dari beliau-beliau” Tutur Waryono Karno Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sesaat sebelum sidang (Forum Keadilan  Tahun XXIV/21-27 September 2015).



Pernyataan seperti itu,  acap kali dilontarkan seseorang manakala sedang berperkara di pengadilan. Pernyataan itu sudah awam didengar; tapi bila direnungkan, pernyataan itu sesungguhnya sarat makna dan mengandung unsur filosofis. Sesungguhnya pernyataan itu adalah bentuk gugatan moral terhadap summum bonum (The Supreme Good) hakim,   secara praktis gugatan itu ditujukan pada kebebasan hakim.  



Dalam lintasan sejarah pemikiran manusia, kata kebebasan tidak habis-habisnya diperdebatkan baik di bidang politik maupun hukum. Dalam arena hukum, perdebatan tentang kebebasan menjadi kajian filsafat hukum yang masih relevan hingga saat ini; apalagi bila dikaitkan dengan upaya mencari keadilan.   Tulisan ini mencoba membahas secara ringkas kebebasan hakim secara proporsional tanpa ada tendensi apapun terkecuali hanya suatu analisis hukum dari perhati hukum yang  peduli terhadap prilaku hukum  yang terjadi di tengah-tengah kehidupan sehari-hari.