Selasa, 06 Desember 2016

NEGARA DAN AGAMA

Dr. Zulfirman, S.H., M.H

         Apakah agama terpisah dari negara atau agama menyatu dengan negara telah menjadi persoalan pemikir kenegaraan. Persoalan itu masih relevan sebagai kajian pemikiran hingga saat ini. Jawaban atas persoalan tersebut masih terdapat perbedaan. Satu pihak menyatakan agama terpisah dari negara, pihak lainnya bersi kukuh mengatakan negara dan agama merupakan kesatuan. Adanya perbedaan pendapat itu sesungguhnya disebabkan perbedaan pendapat mengenai konsep manusia.
Untuk melihat hubungan negara dengan agama haruslah dilihat berdasarkan titik pandang konsep manusia. Mengapa manusia? Karena negara dan manusia adalah dua hal yang tidak terpisahkan satu sama lainnya. Hampir sulit diterima adanya suatu negara tanpa ada manusia dan demikian pula sebaliknya. Hal ini telah menjadi kebenaran umum, bahkan telah ditegaskan oleh Aristoteles dan Ibnu Khaldun.
      

Kamis, 03 November 2016

ERRARE HUMANUN EST



      Kasus Jessica “kopi bersianida” yang menempuh persidangan sebanyak 31 kali mendapat perhatian besar dan serius dari publik, yang berdasarkan agenda persidangan akan diputus oleh hakim pada tanggal 27 Oktober 2016.  Dilihat dari jalannya persidangan  dan tidak jelasnya fakta Jessica ada membawa sianida dan menaruhnya dalam gelas yang diminum Mirna berpotensi besar terjadinya kekhilafan dan kekeliruan peradilan dalam memutus perkara dimaksud; karena putusan didasarkan pada perasangka-perasangka atas saksi dan aktor-aktor yang terlibat di persidangan.  Bila itu terjadi dapat diasumsikan putusan pengadilan berpotensi besar berada dalam kesesatan.  Memang khilaf adalah insaniah - errare humanun est.
        Khilaf dan kekeliruan sebagai sifat insani acap terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan bukan tidak mungkin terjadi di dunia peradilan. Orang mungkin tidak mempersoalkan secara serius bila khilaf dan kekeliruan yang terjadi di luar dunia peradilan. Pernyataan maaf mungkin dapat menganulirnya. Beda halnya bila khilaf dan kekeliruan terjadi di dunia peradilan, peluang besar terjadinya ketidakadilan bertahta merampas dan memperkosa sisi kemanusian manusia. 

Senin, 04 Januari 2016

SUMPAH PEMUDA SEBUAH RENUNGAN SEJARAH




Pendahuluan

        “Kami putra putri Indonesia bersumpah, bertanah air satu: Tanah Air Indonesia; berbangsa satu:  Bangsa Indonesia; berbahasa satu:  Bahasa Indonesia.” Itulah ikar sumpah pemuda pada Kongres Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928 di  jalan Kramat Raya Nomor 106 Jakarta  pukul jam 23.00. Sumpah pemuda ini merupakan bentuk serangan langsung terhadap sendi-sendi masyarakat kolonial yang beradasarkan garis dan status sosial yang pincang di nusantara waktu itu. Akibat penjajahan, hak-hak manusia Indonesia dipasung dan  termarjinalkan tidak saja secara sosial tetapi juga secara hukum di nusantara waktu itu.

Dalam putusan kongres pemuda tanggal 28 Oktober 1928  dinyatakan alasan-alasan untuk bersatu pemuda-pemuda  antara lain karena kemauan untuk bersatu telah mengatasi alasan-alasan lain, seperti : sejarah, bahasa, dan hukum adat. Sejak saat itu, tumbuh kembanglah rasa nasionalisme di belahan nusantara Indonesia seiring menguatnya jati diri bangsa Indonesia sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonial-imperialis; yang telah meluluhlantakkan martabat manusia dan martabat bangsa Indonesia di seluruh nusantara waktu itu.


KEBEBASAN HAKIM



KEBEBASAN HAKIM




 “Mudah-mudahan beliau (adil), saya yakin, beliau ini  kan perwujudan Tuhan berbentuk manusia. Oleh karena itu, saya mohon keadilan dari beliau-beliau” Tutur Waryono Karno Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sesaat sebelum sidang (Forum Keadilan  Tahun XXIV/21-27 September 2015).



Pernyataan seperti itu,  acap kali dilontarkan seseorang manakala sedang berperkara di pengadilan. Pernyataan itu sudah awam didengar; tapi bila direnungkan, pernyataan itu sesungguhnya sarat makna dan mengandung unsur filosofis. Sesungguhnya pernyataan itu adalah bentuk gugatan moral terhadap summum bonum (The Supreme Good) hakim,   secara praktis gugatan itu ditujukan pada kebebasan hakim.  



Dalam lintasan sejarah pemikiran manusia, kata kebebasan tidak habis-habisnya diperdebatkan baik di bidang politik maupun hukum. Dalam arena hukum, perdebatan tentang kebebasan menjadi kajian filsafat hukum yang masih relevan hingga saat ini; apalagi bila dikaitkan dengan upaya mencari keadilan.   Tulisan ini mencoba membahas secara ringkas kebebasan hakim secara proporsional tanpa ada tendensi apapun terkecuali hanya suatu analisis hukum dari perhati hukum yang  peduli terhadap prilaku hukum  yang terjadi di tengah-tengah kehidupan sehari-hari.




Rabu, 10 Juli 2013

FILSAFAT HUKUM PANCASILA

EKSPLORASI AWAL FILSAFAT HUKUM PANCASILA

Zulfirmanâ
Abstrak

Pancasila sebagai weltanschauung, philosophischegronslag atau pandangan hidup bangsa adalah sumber perilaku bermasyarakat, bernegara dan berbangsa. Dari segi hukum, Pancasila merupakan norma dasar yang diujudkan dalam pembentukan hukum. Dari kajian filsafat hukum, Filsafat Hukum Pancasila didasarkan pada pemikiran hukum alam yang bersifat irrasional sekaligus rasional sebagaimana yang tertuang di dalam sila-sila Pancasila. 

Selasa, 09 Juli 2013

HUKUM DAN MORAL

HUKUM DAN MORALITAS
(Persefektif syari’ah)
Zulfirmanâ

A.   Pendahuluan
Tak dapat disangkal, di dunia ini, manusia1 adalah makhluk yang mempunyai kedudukan dan peranan yang begitu sentral karena kemampuan akalnya2. Secara eksistensial, dengan akalnya, manusia  adalah makhluk yang paling sempurna di dunia ini, ia mampu melakukan pilihan-pilihan dan penilaian terhadap sesuatu dan dirinya. Namun pada sisi fungsionalnya,  manusia adalah makhluk yang lemah dan berketerbatasan.

Senin, 03 Juni 2013

ILMU DAN AGAMA

ILMU BERBASIS IMAN


Zulfirman@ 
Pendahuluan
Sejarah pemikiran manusia terhadap fenomena diawali melalui pemahaman intuitif, yakni percaya pada mitos, kemudian meninggalkan mitos dengan berpikir rasionalitas. Dalam perkembangannya, akallah sebagai kunci untuk menetapkan kebenaran. Pendewaan akal yang demikian besar inilah melahirkan ilmu pengetahuan dan tehnologi dewasa ini, sehingga segala sesuatu yang tidak dapat diketahui, dikenali, dan dijelaskan oleh akal dianggap bukan sebagai ilmu.