Pendahuluan
“Kami putra putri Indonesia bersumpah,
bertanah air satu: Tanah Air Indonesia; berbangsa satu: Bangsa Indonesia; berbahasa satu: Bahasa Indonesia.” Itulah ikar sumpah pemuda pada
Kongres Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928 di jalan Kramat Raya Nomor 106 Jakarta pukul jam 23.00. Sumpah pemuda ini merupakan bentuk
serangan langsung terhadap sendi-sendi masyarakat kolonial yang beradasarkan
garis dan status sosial yang pincang di nusantara waktu itu. Akibat penjajahan,
hak-hak manusia Indonesia dipasung dan
termarjinalkan tidak saja secara sosial tetapi juga secara hukum di
nusantara waktu itu.
Dalam putusan kongres pemuda tanggal 28
Oktober 1928 dinyatakan alasan-alasan
untuk bersatu pemuda-pemuda antara lain
karena kemauan untuk bersatu telah mengatasi alasan-alasan lain, seperti :
sejarah, bahasa, dan hukum adat. Sejak saat itu, tumbuh kembanglah rasa
nasionalisme di belahan nusantara Indonesia seiring menguatnya jati diri bangsa
Indonesia sebagai bentuk perlawanan terhadap kolonial-imperialis; yang telah
meluluhlantakkan martabat manusia dan martabat bangsa Indonesia di seluruh
nusantara waktu itu.
Sekarang, sumpah pemuda itu sudah berusia 87 tahun; dan setiap tahunnya pada tanggal 28 Oktober kita memperingatinya yang merupakan rangkaian sejarah bangsa Indonesia. Ada suasana berbeda antara lahirnya sejarah dengan memperingati sejarah. Lahirnya sejarah menunjukan terjadi suatu peristiwa tertentu; memperingati sejarah adalah merenung kembali untuk menemukan sesuatu yang mendasar dari sejarah itu dan melihat perubahan yang terjadi karenanya untuk menjadi pelajaran. Ibnu Khaldun mengingatkan kita : “Hal terpenting mempelajari sejarah ialah menjelaskan dan mengindentifikasi pola perubahannya”. Untuk itu dalam memperingati 87 tahun sumpah pemuda kali ini, mari kita telisik kembali sejarah sumpah pemuda itu untuk pelajaran bagi kita, setidaknya dapat melahirkan sikap, seharusnya sikap kita dan mampu mengembangkan potensi kebangsaan Indonesia dalam menghadapi nilai-nilai globalisasi yang menyerang seluruh aspek kehidupan kita, tidak saja terhadap kehidupan masyarakat tetapi juga di bidang politik dan hukum kehidupan bernegara.
Sumpah
pemuda sebagai factum unionis jati diri bangsa
Sejarah membuktikan, di
seluruh belahan nusantara Indonesia dijajah oleh Belanda waktu itu. Awalnya,
bangsa Belanda datang ke nusantara Indonesia dengan tujuan berdagang
rempah-rempah sebagai komoditi yang dibutuhkan di belahan benua Eropa yang mempunyai
nilai jual tinggi. Motip mencari untung sebesar-besarnya membuat Belanda
memonopoli pedagangan di belahan nusantara waktu itu. Upaya ke arah itu
dilakukan dengan merubah organisasi perdagangan menjadi kekuatan politik di
dukung dengan kekuatan persenjataan menguasai seluruh belahan nusantara. Sejak
saat itu, terjadikan kolonilisasi di seluruh wilayah nusantara. Dampaknya suku bangsa
nusantara kehilangan hak perdagangan bebas yang dinikmati sebelumnya. Pada sisi
lain, hak-hak manusia asli nusantara diluluhlantakan dan dipasung oleh kekuasan
kolonial. Kenyataan ini menimbulkan perjuangan pemuda-pemuda Indonesia untuk
melawan penjajahan Belanda di wilayah nusantara
secara parsial.
Perlawanan suku bangsa nusantara
waktu itu mengalami kekalahan di sana sini. Fakta ini menimbulkan kesadaran
bagi bangsa Indonesia di seluruh nusantara untuk melawan Belanda secara bersatu
padu melalui pendekatan dan kekuatan politik. Dari sini, muncul benih-benih rasa
nasionalisme di kalangan pemuda-pemuda Indonesia di seluruh nusantara. Puncaknya,
tanggal 28 Oktober 1928 pemuda-pemuda seluruh nusantara berkumpul di Jakarta
(Batavia waktu itu) mengadakan Kongres Pemuda Indonesia yang mengikrarkan
sumpah yang isinya : bertanah air satu, tanah air Indonesia; berbangsa satu,
bangsa Indonesia; dan berbahasa satu, bahasa Indonesia.
Pola perobahan yang
terjadi sesudahnya adalah lahirnya konsep bangsa yang khas Indonesia
sebagaimana yang diungkapkan oleh Ir. Soekarno pada pidatonya di depan rapat BPUPKI tanggal 1 Juni
1945 yang dikenal sebagai lahirnya Pancasila. Dalam sidang itu, Soekarno
mengungkapkan konsep bangsa. Menurutnya bangsa
adalah kesatuan manusia dengan tempatnya.
Konsep ini berbeda dengan pendapat yang berkembang pada waktu itu. Ernes
Renan misalnya, mengatakan bangsa adalah satu gerombolan manusia yang mau bersatu,
yang merasa dirinya bersatu. Otto van Bauer mengatakan, bangsa adalah satu
persatuan perangai yang timbul karena persatuan nasib. Dua sarjana yang
disebutkan terakhir, memandang konsep bangsa dari sudut manusianya. Ernest
Renan memandang manusia dari sisi keinginannya, Otto van Bauer memandang manusia
dari sisi kepentingannya. Mereka tidak menyinggung sama sekali masalah
tempatnya.
Pendapat Soekarno tentang bangsa mengandung
arti ada keterikatan yang kuat antara manusia dan tanah tempat tinggalnya. Dua
hal itulah yang diluluhlantakkan oleh penjajahan waktu itu. Inilah yang menjadi
jati diri bangsa Indonesia. Jadi, jati diri bangsa Indonesia tidak semata-mata
terbatas pada manusianya tetapi juga tanah air. Intinya, jati diri bangsa
Indonesia adalah bagaimana kebebasan manusia dan kebebasan ekonomi harus diwujudkan
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara oleh bangsa Indonesia
sendiri. Sumpah pemuda yang melahirkan jati diri bangsa ini, sebagai suatu
kontrak sosial yang berisikan factum unionis.
Sumpah
pemuda sebagai kontrak sosial lahirnya negara Indonesia
Rousseau mengingkatkan kita, kontrak
sosial merupakan karya cipta bersama dari pergaulan politik, membentuk serta
membatasi praktik politik dengan menyediakan sarana yang kita gunakan, dan
dengan sadar atau tidak ia mampu merumuskan pemasalahan sosial dan dapat
memahami apa yang sedang kita kerjakan. Kontrak sosial, penting diperhatikan,
karena ia berhubungan dengan ide-ide penting dari politik seperti: kehendak
rakyat, legitimasi dan kewajiban politik. Pada sisi lain, kontrak sosial
bertujuan menjelaskan doktrin tentang kedaulatan negara sebagai hal yang dominan,
karena ia berkenaan dengan kekuasaan yang tertinggi dalam negara. Dari
pernyataan Rousseau ini dapat dipahami kontrak sosial sesungguhnya dasar untuk
menjelaskan lahirnya suatu negara dan hukum. Jika kita periksa pernyataan
Rousseau ini dihubungkan dengan sumpah pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Kita
mendapat penjelasan, sumpah pemuda adalah pernyataan deklaratif tentang
nasionalisme Indonesia, sebagai ungkapan gerakan politik bangsa Indonesia. Term
nasionalisme adalah term yang digunakan di bidang pilitik dan kenegaraan. Oleh
karena itu, bicara nasionalisme tidak terlepas dari bicara negara.
Mari kita perhatikan secara seksama isi
yang termuat di dalam tiga butir sumpah pemuda, yaitu: tanah air, bangsa
(manusia, penduduk), dan bahasa. Tiga hal ini saling berinteraksi. Tanah air
adalah tempat di mana manusia mengembangkan kualitas dirinya, bangsa menunjukkan pada ras manusia sebagai
makhluk politik (zoon politicon kata
Aristoteles), dan bahasa adalah sarana komunikasi interakasi antara manusia dan
alat menyatakan gagasan, pemikiran dan kehendak dalam tata pergaulan manusia
terhadap tanah air Indonesia. Butir : tanah air dan bangsa (penduduk, masyarkat
manusia) sebagaimana disumpahkan oleh pemuda Indonesia adalah sebagai bentuk
janji dan deklaratif tentang dua unsur materil adanya negara, yakni : adanya
penduduk dan adanya wilayah. Sumpah pemuda terhadap tanah dan penduduk sebagai
satu kesatuan adalah bentuk janji atau kontrak sosial tentang tanah air Indonesia
dan bangsa Indonesia berisikan gagasan, pikiran dan idea unsur sebagai syarat
lahirnya negara Indonesia.
Pola perubahan yang terjadi sesudahnya adalah
ditentukannya wilayah negara Indonesia dan warga negara Indonesia pada saat
rapat BPUPKI pada saat menyusun Rancangan UUD 1945. Pada rapat itu, ditentukan secara
konkrit wilayah negara Indonesia di dasarkan pada peta geopolitik. Artinya seluruh
wilayah yang dijajah oleh Belanda itulah wilayah negara Indonesia. Sedangkan
penduduknya secara konkrit adalah manusia Indonesia asli, yakni manusia yang
secara turun temurun lahir dan berkembang berdasarkan ras kesukuan yang ada di
nusantara selama berabad-abad. Dari hasil rapat BPUPKI itu secara formal telah
terbentuk wilayah dan penduduk sebagai syarat materil adanya suatu negara.
Sedangkan syarat materil lainnya, yakni : adanya pemerintahan yang berdaulat
tercipta dengan dideklarasikannya proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17
Agustus 1945 yang menentukan pemerintahan dan keadaulatan negara Indonesia. Dan
satu hari sesudahnya, disepakati dan ditentukan Presiden dan Wakil Presiden
Indonesia. Kesepakatan ini adalah bentuk kontrak sosial yang berisikan faktum
subjektionis. Sejak saat itu, lengkaplah syarat materil untuk negara Indonesia
sebagai suatu negara merdeka yang memiliki kedaulatan pemerintahan dan hukum sendiri
terlepas dari negara lain.
Dari analisis ini terlihatlah sumpah
pemuda merupakan kontrak sosial bagi bangsa Indonesia. Ia adalah karya cipta
bersama dari pergaulan politik, membentuk serta membatasi praktik politik
dengan menyediakan sarana yang kita gunakan, dan dengan sadar atau tidak ia
mampu merumuskan pemasalahan sosial dan dapat memahami apa yang sedang kita
kerjakan.
Sumpah
pemuda pembentuk karakter hukum
Di atas telah dijelaskan sumpah pemuda
adalah bentuk kontrak sosial yang melahirkan negara Indonesia berdaulat. Para
ahli berbeda pendapat tentang keberadaan kontrak sosial. Satu kubu berpendapat kontrak
sosial sebagai fakta sejarah yang
benar-benar terjadi. Ibnu Khaldun, Thomas Hobbes, John Locke, Montesquieu,
Rousseau misalnya menganut pendapat ini. Pihak lain, kontrak sosial adalah
suatu asumsi belaka. Imanuel Kant misalnya mengatakan kontrak sosial hanya
merupakan konstruksi juridis sebagai dasar untuk menjelaskan bagaimana negara
itu terjadi, bagaimana negara itu ada, bagaimana adanya kekuasaan negara, dan
ada pada siapa kekuasaan itu, serta bagaimana sifatnya.
Dua aliran pemikiran tentang kontrak
sosial berdampak pada pemikiran hukum dan politik juga berpengaruh perlakuan atas
hak-hak manusia. Aliran pemikiran kontrak sosial sebagai fakta sejarah menganut
konsep hukum alam. Hak-hak manusia adalah hak kodrati sebagai hak moral yang harus
dihormati dan dilindungi oleh siapa pun; aliran kedua, kontrak sosial sebagai asumsi
juridis menganut konsep positivisme hukum. Menurut aliran ini tidak ada hak
moral yang ada adalah hak hukum. Jeremmy Bentham adalah pendukung kuat aliran
ini, dia mengatakan: “Bagi saya, hak merupakan anak hukum; dari hukum riil
lahir hak riil, tetapi dari hukum imajiner, dari hukum alam, lahir hak
imajiner. Hak alamiah adalah omong kosong belaka, hak yang kodrati dan tidak bisa
dicabut adalah omong kosong retorik omong kosong yang dijunjung tinggi-tinggi”.
Konsekuensi pemikiran hukum berdasarkan
pandangan terhadap kontrak sosial bagi aliran hukum alam adalah hak-hak manusia
tidak dapat dikurangi karena hak itu ada karena keberadaan manusia sebagai
manusia, sedangkan bagi pemikiran hukum positif hak-hak manusia berasal dari
negara dan negara dapat mencabut dan membatasinya. Sumpah pemuda menganut
aliran pemikiran kontrak sosial sebagai fakta sejarah dan hak-hak manusia
melekat pada manusia karena manusia sebagai manusia. Pernyataan ini jelas
terlihat dari apa yang dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945 yang menyatakan
kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Artinya hak manusia adalah hak alamiah. Ini diperkuat lagi
dari pernyataan kemerdekaan Indonesia atas berkat rahmat Alah Yang Maha Kuasa
atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Jadi, dalam pembukaan UUD 1945 jelas
dikatakan hak manusia itu berasal dari Allah Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu,
hak-hak manusia harus mendapat perlindungan dari negara; Negara melindungi
hak-hak manusia dengan mengimplementasikannya melalui undang-undang (hukum
positif).
Dalam pandangan bangsa Indonesia, hukum
itu ditujukan untuk menghormati harkat dan martabat manusia; tegasnya hukum
untuk manusia bukan manusia untuk hukum. Dalam kalimat lain, hak-hak manusia
tidak dapat dipasung secara tidak bijaksana oleh hukum sebagaimana yang terjadi
pada era penjajahan Belanda. Dari sini dapat diketahui perobahan yang terjadi
dari sumpah pemuda adalah menempatkan hak manusia pada posisi yang mulia karena
kodratnya sebagai manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Di situlah makna
kebebasan yang tidak dapat diperjualbelikan.
Penutup
Dari uraian tulisan ini dapatlah
disimpulkan dengan memperingati hari sumpah pemuda, kita bangsa Indonesia mampu
menangkap pola perubahan yang terjadi akibat dari adanya sumpah pemuda
tersebut. Pola perubahan itu adalah sumpah pemuda sebagai pembentuk jati diri
bangsa yang melahirkan sikap bangsa Indonesia; sumpah pemuda adalah embrional
pembentukan negara Indonesia, hal ini berkaitan dengan seharusnya sikap bangsa
kita; sumpah pemuda melahirkan tujuan
negara Indonesia yakni melindungi hak-hak manusia sebagai hak moral yang
diimplementasikan melalui undang-undang dan perlindungan tanah air Indonesia,
hal ini berhubungan terkait bagaimana kita mengembangkan potensi kebangsaan
kita untuk mensejahterakan dan
kecerdasan bangsa.
Berdasarkan kesimpulan itu, menjadi
kewajiban kita bersama selaku bangsa Indonesia untuk memperkokoh hubungan
manusia dengan tanah air Indonesia, semua kebijakan politik dan hukum yang
berhubungan dengan manusia dan tanah air Indonesia haruslah mencerminkan jati
diri bangsa Indonesia. Hal itu haruslah menjadi komitmen rakyat bersama dengan
negara dalam rangka menghadapi penetrasi arus globalisasi yang menyerang
seluruh aspek kehidupan bangsa kita. Upaya pengembangan potensi yang kita
miliki sebagai jati diri bangsa hendaknya mampu memberi tameng yang kuat
bagaimana memposisikan negara Indonesia di tengah-tengah nilai-nilai
globalisasi dengan membuatnya bersinergi antara nasionalisme dan
internasionalisme. Sebagaimana di katakan Soekarno, nasoinalisme kita ada di
tengah-tengah taman sarinya internasionalisme.
NB: Tulisan ini dimuat pada harian Waspada Medan, tgl 28 Oktober 2015, h. B.16
Tidak ada komentar:
Posting Komentar